Lebih Peka Mengenai Over Population Melalui Film Downsizing
Saya pertama kali melihat trailer film Downsizing
ini ketika menonton film Coco di tahun 2017. Pertama kali saat melihat
trailernya saya pikir ini adalah film yang menarik untuk ditonton. Dalam
trailer, imajinasi saya melayang dan membayangkan bagaimana jadinya jika tubuh
saya mengecil dan kemudian terjadi konflik dengan manusia dengan ukuran normal.
Saya sempat memikirkan alur konflik antara manusia yang diperkecil dengan
manusia ukuran normal akan menjadi alur pada film tersebut. Dalam trailer
digambarkan betapa mudahnya hidup dengan ukuran kecil dan segala sesuatu dalam
ukuran normal akan terlihat besar, misalnya donat dalam ukuran besar. Sangat
mengenyangkan.Sayangnya karena satu dan lain hal saya baru sempat menyaksikan
film ini kemarin. Saya pun sempat lupa bahwa film ini sempat menjadi list film
yang mau saya tonton di 2017.
Oke, masuk ke dalam cerita Downsizing.
Film ini berfokus kepada kehidupan Paul Safranek (Matt Damon) yang memutuskan
untuk menjadi kecil melalui metode Downsizing dan menetap di Leissure Land
kemudian menemukan arti kehidupan setelah menjadi kecil. Paul memutuskan
menjadi kecil setelah mendapatkan saran dari teman sekolahnya Dave (Jason
Sudeikis) yang sudah terlebih dahulu mencoba program Downsizing dan tinggal di
Leissure Land. Sebenarnya memutuskan untuk menjadi kecil bukanlah hal yang
mudah untuk Paul, namun karena ia ingin membentuk keluarga yang mapan dan tak
tega dengan sang istri, Aubrey Safranek (Kristen Wiig) yang ingin segera pindah
ke rumah yang lebih besar, maka Paul berani mengambil resiko tersebut. Sayangnya,
setelah menjalankan proses Downsizing yang panjang (dan entah kenapa terlihat sedikit
mengerikan), Paul harus dikecawakan oleh keputusan sang istri yang batal
menjalani Downsizing setelah ia tahu harus mencukur semua rambutnya (yap, semua
rambut. Can’t you imagine that? All of
your hair. Sounds creepy? Yes!). Aubrey telah menjani pencukuran rambut di
kepala dan sebagian alisnya, kemudian ia menyesal dan memilih mundur dan
meninggalkan suaminya sendiri di Leissure Land. Dari sinilah kemudian cerita
Paul sebagai ‘downsizer’ dimulai.
Paul mendapatkan rumah besar seperti kastil dan segala kemewahannya. Semua
kemewahan tersebut terlihat mustahil apabila Paul tetap pada bentuk normal.
Cerita berlanjut dengan alur di luar
ekspektasi saya, ternyata konflik yang terjadi pada film ini bukanlah konflik
antara manusia mini dan normal, tetapi pada Paul yang menemukan arti kehidupan
setelah menjalani proses Downsizing. Paul menemukan arti berbagi dan menolong
sesama melalui sosok Ngoc Lan Tran (Hong Chau), seorang pengungsi dari Vietnam
yang dijadikan kecil oleh karena aksinya memimpin protes terhadap penggusuran
desanya oleh pengembang bendungan. Mungkin bila saya diminta untuk mengatakan apa
pesan moral yang saya dapatkan setelah menonton film ini yaitu happines is not
to become rich or to live forever but to help each others with your life. Paul
menemukan arti kebahagiaanya bukanlah materi, namun berbagi dan menolong
orang-orang di sekitarnya bersama Ngoc Lan.
Tema yang diusung oleh film ini menurut
saya merupakan tema yang tidak biasa untuk kategori populer. Downsizing
merupakan salah satu jawaban terhadap over populasi manusia. Di film ini
diceritakan Dr. Jorgen AsbjΓΈrnsen seorang peneliti rekayasa genetik
menemukan formula mengecilkan manusia setinggi 180 cm menjadi hanya seukuran
12,9 cm.
Dr.
Jorgen telah menguji coba hasil penelitiannya kepada 36 orang yang ditempatkan
pada lahan seluas 7 x 11 m, yang jika dalam bentuk normal lahan tersebut hanya
dapat dipakai oleh 1 keluarga dalam bentuk rumah sederhana. Kemudian adegan
beralih dimana rekan Dr. Jorgen masuk membawa sebuah kantong plastik yang
diklaim sebagai hasil kotoran 36 orang dalam pecobaan tersebut selama 4 tahun.
Over
population merupakan
salah satu isu hangat yang dihadapi manusia masa kini. Kesulitan untuk
mendapatkan lahan untuk pemukiman dan susahnya mencukupi kebutuhan pangan
menjadi isu yang melekat pada permasalahan populasi. Seperti yang digambarkan
oleh teori Malthus bahwa perkembangan jumlah makanan seperti deret hitung
(aritmatika) dan perkembangan jumlah manusia seperti deret ukur (geometri),
dikhawatirkan akan terjadi kelangkaan pangan apabila perkembangan keduanya
tidak dapat seimbang. Oleh karena itu pemerintah dari berbagai dunia mencoba
bebagai hal untuk mencegah kelangkaan pangan ini, beberapa diantaranya adalah
program Keluarga Berencana di Indonesia (untuk menekan jumlah populasi) dan
penciptaan makanan buatan di beberapa negara maju di dunia.
Over
population juga
mengakibatkan sulitnya kepemilikan lahan untuk pemukiman dan banyaknya kotoran
baik limbah rumah tangga dan industri karena konsumsi manusia. Mengutip berita
pada laman Tempo Bisnis, pada tahun 2015, Dr. Jenna Jambeck menyatakan bahwa
Indonesia sebagai penyumbang limbah plastik kedua terbesar sebanyak 3,2 juta
ton per tahun setelah China, disusul Filipina, Vietnam dan Sri Lanka. Untuk
Jakarta sendiri, pada tahun 2018 sekjen pengelolaan limbah, sampah, dan bahan
beracun berbahaya (PLSB3) menyatakan hasil sampah mencapai 70 ribu ton per hari
dan 60% sampah disumbang oleh sampah rumah tangga. Jika berat rata-rata satu ekor
sapi ada 500 kg maka per hari Jakarta menyumbang sampah sebanyak 150 ribu ekor
sapi. Ini adalah jumlah yang sangat banyak, ditambah lagi diperlukan lahan yang
juga besar untuk mengelola sampah-sampah tersebut.
Imajinasi film Downsizing, sukses membuat
saya berpikir mengenai permasalahan over populasi yang bukan hanya dialami oleh
negara maju namun juga di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.
Pemasalahan ketersediaan pangan, lapangan pekerjaan, ketersediaan pemukiman,
dan sampah menjadi hal yang perlu disorot menanggapi masalah over populasi. Di tambah
lagi Indonesia juga akan mengalami bonus demografi di tahun 2030. Jika alat
seperti Downsizing ini ada apakah kita mau mengecilkan diri untuk menyelamatkan
lingkungan? Tak perlu berkhayal terlalu jauh, bisakah kita mengurangi konsumsi
plastik dan limbah rumah tangga kita? Bisakah kita lebih matang dalam
merencanakan jumlah anak-anak kita? Mari selamatkan bumi mulai dari diri
sendiri.
Sumber:
Gambar
- google
Berita
- https://bisnis.tempo.co/read/1052480/klhk-jakarta-produksi-70-ribu-ton-sampah-per-hari
Comments
Post a Comment